Selasa, 17 Mei 2011

Cara Memerangi Hawa Nafsu

Hawa nafsu bermakna kecenderungan dan kecintaan. Ia tidak hanya digunakan untuk menyatakan kecenderungan satu jiwa manusia untuk menyalahi kebenaran akan tetapi ia juga digunakan untuk kecenderungan kepada kebenaran. Ia dianggap menyalahi kebenaran ketika dikedepankan oleh si pemiliknya atau ditempatkan melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan agamanya.

Ibnu Rajab mengatakan bahwa seluruh kemasiatan bermula dari mendahulukan hawa nafsu daripada kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT telah mensifati orang-orang musyrik dengan mengikuti hawa nafsu di beberapa tempat didalam al Qur’an, demikian pula perbuatan-perbuatan bid’ah. Sesungguhynya hal itu muncul dari mendahulukan hawa nafsu daripada syariat, karena itulah maka orang-orangnya disebut dengan Ahlul Ahwa.

Setiap hawa nafsu baik itu hawa syubhat maupun hawa syahwat membahayakan keimanan seorang hamba dan diwajibkan baginya untuk mencintai apa-apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya serta membenci apa-apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya agar hawa nafsunya mengikuti syariah, dan inilah yang dituntut dari keimanan seorang hamba.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa [4] : 65)

Di antara bahaya mengikuti hawa nafsu terhadap keimanan seorang hamba Allah adalah :

1. Mengikuti hawa nafsu dapat menghalangi si pelakunya dari berbuat adil didalam hukum dan pergaulan serta akan mendorongnya kepada kezhaliman dan permusuhan. Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa [4] : 135)
2. Mengikuti hawa nafsu akan mendorong pelakunya melakukan perbuatan bid’ah didalam agamanya dan menjauhi sunnah.

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4)
3. Mengikuti hawa nafsu menyebabkan terhalangnya si pelaku daripada hidayah dan taufiq.

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al A’raf [7] : 176)
4. Mengikuti hawa nafsu akan membawa si pelakunya menolak kebenaran dan sesat dari jalan Allah SWT bahkan dapat menyesatkan orang lain darinya.

فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya : “Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Qashash [28] : 50)
5. Yang paling berat adalah bahwa mengikuti hawa nafsu dapat menjadikan si pelakunya kafir dan keluar dari agama islam.

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَّيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
Artinya : “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-An’am [6] : 119)

Pokok dari syahwat dunia didalam diri seseorang ada empat, yaitu : wanita, harta, anak-anak dan jabatan atau kekuasaan, sebagaimana disebutkan didalam firman-Nya :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali-Imran [3] : 14)

Untuk itu hendaklah setiap mukmin harus ekstra waspada terhadap sikap mengikuti hawa nafsu baik hawa syubhat maupun syahwatnya. Dan diantara yang bisa dilakukan untuk mengalahkan tarikan hawa nafsu yang senantiasa memerintahkan dirinya agar melakukan maksiat, adalah :

1. Takut akan adzab dan siksa Allah SWT. Karena hal ini merupakan pertahanan yang paling kokoh untuk menghindarinya dari mengikuti hawa nafsu, sebagaimana firman-Nya :

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Artinya : “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm [53] : 3–4)

Al Imam Ibnu Jarir ath Thabari mengatakan,”Adapun siapa yang takut akan pertanyaan Allah terhadap dirinya tatkala ia berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat. Maka bertakwalah kepada-Nya dengan mengerjakan berbagai kewajiban-Nya serta menjauhi berbagai maksiat-Nya. Dia mengatakan, ”Melarang jiwanya daripada hawa nafsunya didalam hal-hal yang dibenci Allah dan tidak diredhoi oleh-Nya serta menghindar darinya. Kemudian menempatkannya kepada hal-hal yang diperintahkan Tuhannya, sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.”
2. Senantiasa meminta pertolongan kepada Allah Yang menggenggam hati hamba-hamba-Nya. sesungguhnya Allah telah menjanjikan hidayah kepada orang-orang yang meminta petunjuk kepada-Nya, sebagaimana disebutkan didalam hadits qudsi, ”Hai hamba-Ku, kamu sekalian berada dalam kesesatan, kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Oleh karena itu, mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu!” (HR. Muslim)
3. Berlindung kepada Allah dari kejahatan hawa nafsu dan syahwat jiwa. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa, sebagaimana disebutkan didalam hadits Khutbah al Hajah, ” Dan kami berlindung kepadanya dari kejahatan jiwa kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami.” (HR. Nasai), (dari kitab : Min Mu’awwiqat ad Da’wah ‘Ala Dhaui al Kitab wa as Sunnah)

Wallahu A’lam.


sumber : http://ainuamri.wordpress.com/2011/03/25/cara-memerangi-hawa-nafsu/

Masalah Perbankan, Renten dan Fee dalam Pandangan Islam

03/14/2002 – Arsip Fiqh
Di dalam kehidupan modern ini, keberadaan bank ternyata sudah menjadi kebutuhan yang penting bagi masyarakat luas. Mulai dari yang menabung, yang meminjam uang dan sampai kepada yang menggunakan jasanya untuk mentransfer uang dari satu kota atau negara kekota atau negara lain. Lalu, bagaimanakah pandangan Islam tentang perbankan? Ikuti dan simak kajian berikut ini!
Mengenai perbankan ini sebenaroya sudah dikenal kurang lebih 2500 sebelum masehi di Mesir Purba dan Yunani dan kemudian oleh bangsa Romawi. Perbankan modern berkembang di Itali pada abad pertengahan yang dikuasai oleh beberapa keluarga untuk membiayai ke-Pausan dan perdagangan wol. Selanjutnya berkembang pesat pada abad ke-18 dan 19.
Sesuai dengan fungsinya bank-bank terbagi kepada bank primer, yaitu bank sirkulasi yang menciptakan uang dan bank sekunder, yaitu bank-bank yang tidak menciptakan uang, juga tidak dapat memperbesar dan memperkecil arus uang, seperti bank-bank urnum, tabungan, pembiayaan usaha dan pembangunan.
Kalau kita perhatikan bentuk hukumnya, maka struktur bank-bank di Indonesia adalah: bank-bank negara, bank-bank pemerintah daerah, bank-bank swasta nasional, bank-bank asing campuran dan bank-bank milik koperasi.
Dalam topik ini, ada dua masalah yang akan dibahas, yaitu bank dan rente, bank dan fee.

Pengertian Bank dan Rente
Bank menurut Undang-undarig Pokok Perbankan tahun 1967 adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang. Dari batasan tersebut jelas, bahwa usaha bank akan selalu
dikaitkan dengan masalah uang.
Di dalam Ensikiopedi Indonesia disebutkan bahwa Bank (perbankan) ialah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang, dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Selain dari itu juga mengedarkan alat tukar baru dalam bentuk uang bank atau giral. Jadi kegiatannya bergerak dalam bidang keuangan serta kredit dan meliputi dua fungsi penting, yaitu sebagai perantara pemberi kredit dan menciptakan uang.
Rente adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda yang lebih dikenal dengan istilah bunga. Oleh Fuad Muhammad Fachruddin disebutkan bahwa rente ialah keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjarnkan uang untuk melancarkan perusahaan orang yang
meminjam. Berkat bantuan bank yang meminjarnkan uang kepadanya, perusahaannya bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak.
Menurut Fuad Fachruddin, bahwa rente yang dipungut oleh bank itu haram hukumnya. Sebab, pembayarannya lebih dari uang yang dipinjarnkannya. Sedang uang yang lebih dari itu adalah riba, dan riba itu haram hukumnya. Kemudian dilihat dari segi lain, bahwa bank itu hanya tahu menerima untung, tanpa risiko apa-apa. Bank meminjarnkan uang, kemudian rentenya dipungut, sedang rente itu semata-mata menjadi keuntungan bank yang
sudah ditetapkan keuntungannya. Pihak bank tidak mau tahu apakah orang yang meminjam uang itu rugi atau untung.
Di dalam Islam dikenal ada doktrin tentang riba dan mengharamkannya. Islam tidak mengenal sistem perbankan modern dalam arti praktis, sehingga terjadi perbedaan pendapat. Beda pandangan dalam menilai persoalan ini akan berakibat timbul kesimpulan-kesimpulan hukum yang berbeda pula, dalam hal boleh tidaknya serta halal haramnya.

Dunia perbankan dengan sistem bunga (rente), kelihatannya semakin mapan dalam perekonomian modern, sehingga hampir tidak mungkin menghindarinya, apalagi menghilangkannya. Bank pada saat ini merupakan sesuatu kekuatan ekonomi masyarakat modern. Dari satu segi ada tuntutan keberadaan bank itu dalam masyarakat untuk roengatur lalu lintas keuangan, di lain pihak, masalah ini dihadapkan dengan keyakinan yang dianut oleh urnmat Islam, yang sejak awal kehadiran agama Islam telah didoktrinkan bahwa riba itu haram hukumnya. Pada saat dihararnkan, riba itu telah berurat berakar dalam masyarakat jahiliah yang merupakan pemerasan orang kaya terhadap orang miskin. Orang kaya bertambah
kaya dan orang miskin bertambah melarat.
Sebagian besar ulama membagi riba menjadi dua macam, yaitu:

1. Riba nasiah, yaitu riba yang terjadi karena ada penangguhan (penundaan) pembayaran utang.
2. Riba fadhl, riba yang terjadi karena ada tambahan pada jual beli benda atau bahan sejenis.
Untuk menentukan status hukum bermuamalah yang baik, masih banyak terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama , di. antaranya:

1. Abu Zahrah, guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Kairo, Abu A’la al-Maududi di Pakistan, Muhammad Abdullah al-’Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa bunga bank itu (riba nasiah) dilarang oleh Islam oleh sebab itu urnmat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai sistem bunga kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa). Di antara ulama tersebut, Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah “darurat atau terpaksa” tetapi secara mutlak beliau menghararnkan.
2. Mustafa Ahmad az-Zagra, guru besar hukum Islam dan hukum perdata Universitas Syariah di Damaskus mengernukakan, bahwa riba yang dihararnkan sepeiti riba yang berlaku pada masyarakat jahiliah, yang menipakan pemerasan terhadap orang yang lemah (miskin), yang bersifat konsurntif. Berbeda dengan yang bersifat produktif, tidak termasuk haram.
3. A. Hasan (Persatuan Islam) berpendapat bahwa bunga bank (rente), seperti yang berlaku di Indonesia, bukan riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagaimana yang dimaksud oleh firman Allah dalam surat Ali lmran: 130.
4. Majelis Tafjih Muhammadiah dalam muktamaroya di Sidoarjo 1968 memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya, termasuk syubhat atau mutasyabihat, artinya belum jelas halal haramnya. Sesuai dengan petunjuk Hadis Rasulullah kita harus berhati-hati dalam menghadapi hal-hal yang masih syubhat itu. Dengan demikian kita boleh bermuamalah dengan bank apabila dalam keadaan terpaksa saja.
Setelah kita perhatikan, dalam garis besarnya ada empat pendapat yang berkembang di kalangan ulama mengenai masalah riba ini, yaitu:

1. Pendapat yang menghararnkan.
2. Pendapat yang menghararnkan bila bersifat konsurntif, dan tidak haram bila bersifat produktif.
3. Pendapat yang mengatakan syubhat, boleh tapi dalam keadaan terpaksa.
4. Pendapat yang membolehkan (tidak haram).
Masing-masing kelompok yang berbeda pendapat itu, semua merujuk kepada nash Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Narnun dalam memahaminya dan menafsirkannya terjadi perbedaan pendapat.
Sebagai bahan kajian, di bawah ini disebutkan ayat-ayat yang berhubungan dengan riba.
Allah SWT berfirman, yang artinya:
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
(Q. S. Ar-Rum: 39)
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, pudahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanyu, dan karena mereka memakan harta orang dengun jalan yang butil. Kami telah menyediakan untuk orang-orung yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
(Q. S. An-Nisa: 160-161)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”
(Q. S. Ali ‘Imran: 130)
Dalam ayat di atas sudah ada ketegasan tentang larangan memakan riba. Sebagian besar ulama berpendirian, bahwa riba yang dimaksud di sini adalah riba nasi’ah itu tetap haram selamanya, walaupun tidak berlipat ganda. Kata “berlipat ganda” dalam ayat tersebut, hanya menyatakan peristiwa (kejadian) yang pernah terjadi di masa jahiliah dan jangan dipahami mafhum mukhalafnya, yaitu sekiranya tidak berlipat ganda, berarti tidak haram (diperbolehkan).
“Orang-orung yang makan (mengumbil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukun syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan menghararnkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tahannya, lulu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang ita adalah penghuni-penghuni neraka: mereka kekal di dalamnya.”
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tahannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagirnu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atas semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
(Q. S. Al-Baqarah: 275-280)
Oleh sebagian ulama seperti al-Maraghi dan as-Shabuni menyatakan, bahwa pengharaman riba diturunkan secara bertahap, sebagaimana keharaman khamar (minuman keras). Berturut-turut diturunkan ayat dalam surat Ar-Rum: 39, An-Nisa 160-161, Ali ‘Imran: 130 dan Al-Baqarah: 275-280.
Pada ayat 278 dengan tegas dinyatakan:
“Dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut).”
Dan pada ayat 279, dinyatakan
“Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu.”
Kalau masih ada sisa kelebihan yang belum dipungut, tidak boleh lagi dipungut, dan hanya dibenarkan memungut (menagih)
modalnya saja, tidak boleh lebih. Hal ini berarti, mengambil kelebihan itu tetap tidak boleh.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa walaupun ayat yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah, ayat yang terakhir diturunkan, tetapi dalam menetapkan hukumnya tetap ada kaitannya dengan surat Ali ‘Imran: 130 yaitu haram hukumnya, sekiranya berlipat ganda.
Ada juga orang mempertanyakan, mengapapa dagang (pengusaha) yang mengambil kelebihan (keuntungan) lebih besar dapat dibenarkan, sedangkan bank yang memungut kelebihan yang hanya sedikit saja tidak dibenarkan? Mengenai hal ini, barangkali jawaban yang tepat ialah, bank tidak menanggung risiko rugi, walaupun kelebihan tidak banyak. Sedangkan pada dagang (jual beli), ada kemungkinan menanggung risiko rugi, karena dalam dunia dagang, tidak mesti terus-menerus beruntung. Pihak bank tidak mau tahu, apakah para peminjam rugi atau untung. Malahan
barang/jaminan pun dapat disita, disamping kerugian yang dideritanya.
Disamping ayat-ayat tersebut di atas, diperkuat lagi dengan keterangan beberapa hadits, seperti:
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Tiap-tiap pinjaman yang menarik suatu manfaat, adalah semacam riba.” (Al-Hadis).
“Sesungguhnya Nabi SAW melarang pinjaman (piutang) yang menarik suatu manfaat.” (Al-Hadis).
“Tiap-tiap pinjaman (piutang) yang menarik manfaat adalah riba.” (Al-Hadis)
Sebagian ulama memandang, bahwa hadis tersebut di atas ada cacatnya. Hadis pertama mauquf dan hadis kedua dan ketiga cacat sanadnya.
lbnu Mas’ud berkata, yang artinya:
“Sesungguhnya Nabi SAW telah melaknat pemakan riba (orang yang memberi pinjaman), pemberi makannya (orang yang meminjam), dan dua orang saksi dan penulisnya. Jika mereka tahu yang demikian, maka mereka dilaknat dengan lidah Nabi Muhammad pada hari kiamat.”
(R. An-Nasa’i)
Sabda Nabi SAW, yang artinya:
“Sesungguhnya riba itu hanya riba nasi’ah saja.”
(HR. Bukhori).
Kendatipun di antara hadis itu ada yang dipandang lemah, tetapi jiwanya sejalan dengan ayat-ayat riba di atas.

Bank dan Fee (Pungutan Biaya Administrasi)
Mengenai pengertian bank sudah dijelaskandi atas. Di sini akan disinggung mengenai masalah fee. Fee maksudnya adalah pungutan dana untuk kepentingan administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional dan lain-lain. Adapun namanya, pungutan itu tetap termasuk bunga. Dengan demikian, persoalannya tetap sama seperti uraian terdahulu, yaitu ada yang setuju dan ada pula yang menentangnya.
Bagi ulama yang membolehkan pungutan dana dan peminjam dan pemberian dana (uang jasa) kepada penabung (deposito), tidak ada masalah, bila bermuamalah dengan bank.
Akan tetapi bagi ulama yang menyatakan syubhat atau boleh bermuamalah dengan bank dalam keadaan darurat (terpaksa), masih mengundang pertanyaan. Sampai kapan masa darurat itu berakhir dan sampai kapan pemahaman syubhat itu hilang? Oleh sebab itu, perlu ada solusi, ada pemecahan masalah yang dihadapi oleh urnmat Islam mengenai perbankan ini. Salah-satu alternatif atau jalan keluarnya adalah mendirikan
Bank Islam. Mengenai masalah ini, akan diuraikan tersendiri.

Bank Islam
Dalam dunia usaha dan perdagangan, sukar orang menghindar dari perbankan karena via bank lebih mudah melakukan lalu lintas keuangan.
Tetapi.di sisi lain urnmat Islam dihadapkan kepada suatu ketentuan hukum yang terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, yaitu apakah bermuamalah dengan bank itu sesuai dengap ajaran Islam atau tidak?
Keragu-raguan itu sedapat mungkin dihilangkan dan harus ada jalan keluar yang ditempuh, agar perekonomian yang dijalankan urnmat Islam, tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang dianutnya.
Menyadari akan kenyataan ini, urnmat Islam telah berusaha mencari jalan keluarnya yaitu mendirikan Bank Islam karena Bank semacam ini menyediakan sarana bagi ummat Islam untuk melakukan kegiatan muamalah sesuai dengan ajaran Islam. Sarana yang tersedia pada Bank Islam adalah berupa fasilitas perbankan menurut ajaran Islam, baik untuk usaha yang produktif maupun investasi.
Di dalam buku Apa dan Bagaimana Bank Islam, oleh penulisnya disebutkan bahwa:

a. Bank Islam didirikan karena dilatarbelakangi oleh keinginan urnmat Islam untuk menghindar dari riba dalam kegiatan muamalahnya.
b. Bank Islam didirikan karena dilatarbelakangi oleh keinginan urnmat Islam untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan batin melalui kegiatan muamalah yang sesuai dengan perintah agama.
c. Bank Islam didirikan karena dilatarbelakangi oleh keinginan urnmat Islam untuk mempunyai alternatif pilihan dalam mempergunakan jasa-jasa perbankan yang dirasakan lebib sesuai.
Kemudian ada perbedaan prinsip manajemen, antara Bank Islam dengan bank konvensional dalam mengharmonisasikan kepentingan penyandang dana, pemegang saham dan pemakai dana. Pada bank konvensional, kepentingan penyandang dana adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah memperoleh imbalan spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman. Kepentingan pemakai dana adalah biaya yang lebih murah berupa tingkat bunga yang rendah. Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan tersebut sulit diharmonisasikan.
Berbeda dengan Bank Islam, bahwa kepentingan penyandang dana pemegang saham, dan pemakai dana, dapat diharmonisasikan, karena
sistem bagi hasil. Masing-masing memperoleh imbalan bagi hasil sesuai dengan keadaan yang benar-benar terjadi. Dengan demikian, manajemen bank berusaha mengoptimalkan keuntungan pemakai dana, karena pemakai dana itulah pada hakikatnya yang berdiri di barisan depan untuk mengelola dana yang dipinjarnkan oleh bank.
Pada dasarnya Bank Islam tidak menyalurkan dana secara langsung kepada pemakai dana, tetapi dalam bentuk barang yang
diperlukan dan pihak banklah yang mengeluarkan biayanya. Pemakai dana menunjuk langsung pemasok barang, dengan kualitas dan harga pantas yang berlaku di pasaran. Dalam keadaan tertentu, Bank Islam dapat menyalurkan dana dalam bentuk tunai kepada pemakainya, sebagai pelengkap dan jumlahnya lebih kecil dari modal yang berbentuk barang.
Sebagai ganti sistem bunga. Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba, antara lain ialah:

1. Mudharabah
Mudbarabah ialah suatu perjanjian usaha antara pemilik modal dengan pengusaha. Pemilik modal menyediakan seluruh dana yang diperlukan dan pihak pengusaha melakukan pengelolaan. Hasil usaha bersama ini dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama pada saat dibuat dan ditandatangani perjanjian. Umpamanya 60:40; 50:50. Sekiranya terjadi kerugian, yang bukan karena penyelewengan atau keluar dari kesepakatan, maka pemilik modal dan pengusaha, sama-sama menanggung rugi, yaitu rugi dana dan nigi tenaga (skill).
Pihak perbankan dan pengusaha biasanya lebih berhati-hati dalam menjalankan peran masing-masing.
Tata cara yang lebih rinci demikian:

a. Pihak bank menyediakan dana sepenuhnya untuk keperluan suatu proyek.
b. Pengusaha mengelola proyek itu tanpa campur tangan pihak bank, narnun diberi wewenang untuk mengawasi proyek tersebut.
c. Pihak bank dan pengusaha menetapkan bersama mengenai pembagian keuntungan.
d. Bila terjadi kerugian (di luar kemampuan manusia), maka pihak bank yang memikul risiko, sedang pihak pengusaha menanggung kerugian tenaga, pikiran, waktu dan managerial skill seita kehilangan keuntungan bagi hasil, yang seharusnya diperolehnya.
2. Musyarakah
Musyarakah ialah suatu perjanjian usaha antara dua atau beberapa orang (badan) pemilik modal untuk menyerahkan modalya pada suatu proyek. Keuntungan dibagi atas kesepakatan bersama, atau berdasarkan besar kecilnya modal masing-masing. Demikian juga mengenai kerugian yang diderita, dicantumkan dalam perjanjian kerja sama itu. Dalam masyarakat kita kenal dengan istilah patungan (joint venture). Bank di satu pihak dan pengusaha di pihak lain.
3. Murabahah
Murabahah ialah pembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan. Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi.
Cara yang ditempuh ialah, pihak bank membelikan barang-barang yang diperlukan oleh nasabah, atas nama bank tersebut. Pada saat itu juga pihak bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga yang disetujui bersama dan akan dibayar dalam jangka waktu tertentu pula.
Dalam jangka waktu yang telah ditetapkan itu, harga tidak boleh berubah, walaupun di pasaran harga naik atau turun. Pada saat jatuh tempo, belum tentu pihak bank mendapat keuntungan, bila harga barang naik (inflasi). Demikian juga sebaliknya adakalanya nasabah yang rugi karena barang turun drastis.
4. Wadi’ah
Wadi’ah ialah titipan (uang, surat-surat barharga atau deposito). Pihak bank berkewajiban menjaga titipan itu dengan penuh amanah.
Di antara barang titipan itu, atas seizin penitip dapat dipergunakan (dimanfaatkan oleh pihak bank). Bila mendapat keuntungan dari pemanfaatan barang titipan itu, sepenuhnya menjadi milik bank. Bila sewaktu-waktu titipan itu diminta kembali, pihak bank harus mengembalikan sepenuhnya sesuai dengan yang tercantum dalam surat penitipan dan jangka waktu yang telah ditetapkan. Bila pihak bank memberikan bonus kepada para nasabahnya, tidak bertentangan dengan ajaran Islam asal tidak ada perjanjian sebelumnya. Hal ini sangat bergantung kepada pihak bank, berapa
yang pantas diberikannya.
Demikian gainbaran singkat yang dapat ditempuh, agar terhindar dari kemungkinan terlibat ke dalam riba yang dilarang oleh agama Islam, walaupun batas-batas yang dianggap riba masih diperselisihkan di kalangan para ulama. Jalan yang lebih aman, adalah menempuh praktek muamalah
berdasarkan ajaran lslam, seperti Banklslam, yaitu BankMuamalat, BMT (Baitui Maal wat Tanwil), Baitui Qiradh, Baital Tanwil (BT), BPS Syari’ah dan nama-nama lainnya, yang beroperasi sesuai dengan syariat Islam.
Suatu sistem atau cara perbankan yang dibuat agar sesuai dengan syariat, tidaklah secara otomatis melabelkan halal 100 %. Hal ini tergantung kenyataan praktek di lapangan. Apabila kenyataan di lapangan para oknum-oknumnya sama dengan menggunakan sistem seperti bank konvensional ketika diluarnya, tentulah hukum haram dan yang masih diperdebatkan tetap berlaku padanya. Jadi perlu adanya keselarasan antara teori dan prakteknya di lapangan.
Bagi bangsa Indonesia, hal ini baru mulai berkembang dalam masyarakat dan belum memasyarakat di kalangan urnmat Islam. Dalam bermuamalah telah lama terbiasa dengan bank konvensional, yang dikenal selama ini. Pada suatu ketika, masyarakat akan dapat memahaminya dan
mengikutinya, bila temyata dilihatnya keberhasilan bank-bank atau lembaga-lembaga yang mengatur lalu lintas keuangan yang bercorak Islam yang sudah mulai hadir dalam masyarakat bangsa Indonesia. Lebih menarik sekarang telah terdengar, bahwa warga non muslim telah banyak yang terlibat di dunia perbankan dengan sistem Islam.
Daftar Pustaka:

1. Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama Rl.
2. Ensiklopedi Indonesia, lkhtiar Baru, Jakarta, 1980.
3. AI-Maraghi, Tafair al-Maraghi.
4. As-Shabuni M. Ali, Tafsir Ayatil Ahkam, Damaskus: Maktabah al-Ghazali.
5. Fuad Moh. Fachruddin, Riba dalam Bank, Koperasi, Perseroan dan Asuransi, Bandung: PT al-Ma’arif, 1982.
6. Karnaen Purwaatmadja MPA dan Muhammad Syafi’i Antonio M. EC, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992.
7. Yusuf Qardhawi, Al-Halal wal-Haram, Beirut: Maktabah al-Islami.
8. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Penerbit Mizan, 1995
9. Muhammad Syaltut, Al-Fatawa, Kairo: Darul Qalam.
10. Yususf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
11. Muhammad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993.
Sumber: Diadaptasi dari “Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan”, M. Ali. Hasan
www.alislam.or.id – www.pakdenono.com

sumber : http://ainuamri.wordpress.com/2007/10/24/masalah-perbankan-renten-dan-fee-dalam-pandangan-islam/

Senin, 09 Mei 2011

Jasa-jasa dalam perbankan

Adapun jasa-jasa dalam perbankan yakni :

1. Transfer
2. Inkaso
3. Bank garansi
4. Letter of Credit
5. Waliamanat
6. Kliring

1. TRANSFER
Transfer adalah suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai dengan perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk keuntungan seseorang yang ditunjuk sebagai penerima transfer.

2. INKASO
Inkaso merupakan salah atu kegiatan untuk melakukan amanat dari pihak ke tiga berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain yang telah ditunjuk oleh si pemberi amanat. Inkaso.

3. BANK GARANSI
Bank garansi adalah salah satu jasa yang diberikan oleh bank berupa jaminan pembayaran sejumlah tertentu uang yang akan diberikan kepada pihak yang menerima jaminan, hanya apabila pihak yang dijamin melakukan perjanjian. Perjanjian bisa berupa perjanjian jual – beli, sewa, kontrak – mengontrak, pemborongan, dan lain – lain. Pihak yang dijamin biasanya adalah nasabah bank yang besangkutan, sedangkan jaminan diberikan kepada pihak lain yang mengadakan suatu perjanjian dengan nasabah

4. LETTER of CREDIT
Di dalam bahasa Indonesia L/C disebut Surat Kredit Berdokumen yaitu salah satu jasa yang ditawarkan bank dalam rangka pembelian barang, berupa penangguhan pembayaran pembelian oleh pembeli sejak LC dibuka sampai dengan jangka waktu tertentu sesuai perjanjian. Berdasarkan pengertian tersebut, tipe perjanjian yang dapat difasilitasi LC terbatas hanya pada perjanjian jual – beli, sedangkan fasilitas yang diberikan adalah berupa penangguhan pembayaran.

5. WALIAMANAT
Waliamanat adalah pihak yang mewakili kepentingan Pemegang Efek bersifat uang. Bank Umum yang akan bertindak sebagai Wali Amanat wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepan untuk mendapatkan Surat Tanda Terdaftar sebagai Wali Amanat.

6. KLIRING
Kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antarpeserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yangperhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

MEKANISME KLIRING

a. Peserta, terdiri dari:
1. Peserta Langsung Aktif (PLA)
2. Peserta Langsung Pasif (PLP)
3. Peserta Tidak Langsung (PTL)

b. Fasilitas bagi Peserta, meliputi:
1. Informasi hasil kliring
2. Laporan hasil proses kliring
3. Rekaman data warkat yang diterima
4. Salinan warkat dan permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring
5. Investigasi selisih
6. Pengujian kualitas MICR code line

c. Proses
1. Siklus kliring nominal besar
2. Siklus kliring ritel

d. Settlement
Dasar perhitungan dalam kliring elektronik di bawah Rp 100 juta adalah Data Keuangan Elektronik (DKE). Perhitungan hasil kliring akan tercemin dalam Bilyet saldo Kliring yang dapat bersaldo kredit (menang) atau debet (kalah). Hasil ini dibukukan langsung ke rekening giro tiap bank di Bank Indonesia tanpa melihat kecukupan dana (net settlement).

e. Biaya
Bank Indonesia mengenakan biaya kepada para peserta kliring.

sumber : www.bi.go.id

Menghadapi Orang Tua Yang Bermaksiat

Pada sebuah kesempatan, seorang remaja bertanya kepada Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz -rahimahullah-, “Saya seorang remaja muslimah. Ayah saya adalah orang yang tidak menjalankan kewajiban-kewajiban agama yang telah ditetapkan Allah. Ia pun melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar, semisal durhaka kepada orang tuanya, menelantarkan anak-anaknya, tidak peduli dan sama sekali tidak memiliki perhatian terhadap dengan rumah tangganya. Ia pun sering menghina saya dihadapan orang-orang, di hadapan kerabat dekat, kerabat jauh, orang terpandang, maupun di hadapan orang biasa. Jika berbicara dengan saya, ia menggunakan kata-kata yang paling kotor. Ia pun tidak memenuhi hak-hak saya, baik dalam hal sandang ataupun pangan. Ia pun selalu berusaha menjatuhkan image saya di hadapan orang. Apakah saya boleh membalasnya dengan kata-kata hinaan? Ataukah saya cukup diam saja dan tidak membalas sedikitpun? Perlu diketahui, bahwa sikap dan perlakuannya terhadap orang lain pun sama buruknya sebagaimana ia memperlakukan anak dan istrinya”

Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz -rahimahullah- menjawab: “Allah Jalla Wa ‘Alaa berfirman dalam Al Qur’an Al Karim,

أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ * وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (QS. Luqman: 14-15)

Yang dibahas dalam ayat ini, kedua orang tua musyrik yang memerintahkan anaknya untuk berbuat musyrik. Namun Allah Ta’ala berfirman:

وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik

Sekali lagi, kedua orang tua ini adalah orang musyrik yang memerintahkan anaknya untuk berbuat musyrik.

Maka hendaknya anda bersabar, berbicaralah dengan orang tua anda dengan perkataan yang baik, doakan ia agar mendapat hidayah. Semisal anda mengatakan kepadanya ‘Hadaakallah‘ (Semoga Allah memberimu hidayah), atau ‘Afaakallah‘ (Semoga Allah memberimu kebaikan lahir batin), atau ‘Waffaqakallah‘ (Semoga Allah memberimu taufiq). Karena nyatanya ia bersikap demikian kepada anda dan juga kepada orang lain. Maka sudah semestinya anda bersabar dan tidak menghadapi ujian ini kecuali dengan kesabaran.

Bertutur-katalah sesuai dengan yang diperintahkan Allah Ta’ala:

وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik

Andaikan ia tidak menunaikan shalat, maka ia diperlakukan sama seperti orang tua yang musyrik, yaitu sebagaimana firman Allah Ta’ala tersebut.

Bimbing dan tuntunlah ia ke jalan hidayah, dengan doa anda. Berdoalah kepada Allah di waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa. Mintalah agar Allah melimpahkan hidayah kepadanya, melindunginya dari godaan setan, memberinya rahmat, agar ia luluh terhadap anak-anaknya, agar ia diberi taufiq untuk berbakti kepada orang tua dan doa yang lainnya.

Wajib bagi anda untuk bersabar dan memperlakukannya dengan baik serta mendoakan agar ia mendapatkan hidayah. Hendaknya anda juga mengusahakan cara-cara yang bisa menjadi sebab datangnya hidayah, misalnya dengan berbicara baik-baik kepada orang tuanya, menyarankan mereka untuk menasehati anaknya. Atau menyarankan teman dan kerabat baiknya untuk menasehatinya, atau cara-cara baik yang lain. Semoga Allah membalas kebaikan anda dan memberikan hasil yang baik bagi anda.”

Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/19867

http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/menghadapi-orang-tua-yang-bermaksiat.html

Nasehat bagi para muslimah tentang cadar (hijab)

Waspada Zina

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Segala Puja serta puji hanya milik Alloh Rabb semesta alam, yang menurunkan Al-Qur’an yang mulia sebagai Hujjah (petunjuk) dan peringatan bagi seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia, semoga shalawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam sebagai utusan Alloh dan manusia sempurna rohani dan akalnya, tinggi kedudukannya, mulia budi pekerti dan akhlaknya sehingga ucapan dan tindakan beliau menjadi panutan dan suri tauladan.

“ Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabulloh, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu’ Alaihi wa Sallam, seburuk-buruk perkara adalah “ Muhdatsaat “ (Hal baru dalam agama yang diadakan tanpa ada petunjuk sebelumnya dari Alloh atau Nabi), dan setiap “ Muhdatsaat “ adalah Bid’ah, setiap Bid’ah adalah kesesatan sedang setiap kesesatan berakhir ke Naar (Neraka) “. (Shohih, Muslih III: 11). Amma Ba’du.

Pada kesempatan ini kami akan membahas persoalan yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin yakni :

A. Nasehat untuk setiap Ayah

B. Nasehat untuk kaum muslimin yakni tentang zina

C. Nasehat bagi para muslimah tentang cadar (hijab)

Selamat menyimak pembahasan yang akan kami sajikan bagi anda semoga bermanfaat

A. Nasehat untuk setiap ayah, sesungguhnya Alloh telah mengamanahkan kepadamu putra-putrimu. Dia telah mempercayakan kepadamu pendidikan dan pengasuhan mereka. Engkau adalah kunci penentu kebahagiaan atau kesengsaraan mereka. Alloh Azza wa Jalla telah menitipkannya kepadamu dalam keadaan fitrah, sebagaimana Rasululloh Muhammad Ibnu Abdillah bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), (HR. Bukhari). Dalam rangka melaksanakan kewajiban nasihat terhadap sesame muslim kami haturkan kepada anda beberapa butir nasihat berikut :

1. Didiklah anak-anak anda untuk melaksanakan shalat yang lima waktu ketika usia mereka menginjak 7 tahun, sebab sholat adalah tiang agama.

2. Ajarkanlah kepada mereka hokum-hukum Islam dan adab-adabnya.

3. khusus untuk anak-anak putri, biasakanlah kepada mereka berbusana muslimah yaitu busana yang menutupi tubuh mereka termasuk wajah/muka (cadar) dan kedua telapak tangan. Ini adalah pakaian yang merupakan cirri khas seorang muslimah dan perintah Alloh Azza wa Jalla kepada setiap muslimah. Sebagaimana firman Alloh dalam (QS. Al-Ahzab (33) : 59).

Adapun syarat-syarat busana muslimah tersebut ialah; (1) menutupi selauruh tubuh termasuk wajah/muka (cadar) dan telapak tangan, (2) bukan berfunsgi sebagai perhiasan, (3) kainnya harus tebal (tidak tipis), (4) harus longgar (tidak ketat) sehingga tidak menggambarkan sesuatu bagian (lekukan) dari tubuhnya, (5) tidak diberi wewangian atau parfum, (6) tidak menyerupai pakaian laki-laki, (7) tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir.

4. Wahai para ayah …. Perhatikanlah teman-teman bergaul mereka dan jangan sampai mereka bersahabat kecuali dengan teman-teman yang sholih. Khusus untuk anak-anak putri janganlah mereka sampai berteman kecuali dengan teman-teman putri-putri yang sholihah.

Sungguh tidak sedikit kita lihat ditengah-tengah kita anak-anak dari keluarga yang baik-baik namun akhirnya menjadi rusak karena salah pergaulan. Waspadailah wahai para ayah, jangan sampai putri-putri pacaran karena pacaran itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Ia adalah budaya barat yang telah merusak ketengah-tengah umat Islam. Rasululloh Shalallahu’ Alaihi wa Sallam bersabda : Barangsiapa yang beriman pada Alloh dan hari akhir maka janganlah sekali-kali berduaan (kholwat) dengan wanita tanpa disertai mahramnya karena sesungguhnya syaithan adalah pihak ketiganya”. (HR. Ahmad).

Beliau juga bersabda : “ Jangan sampai seseorang diantara kalian berduaan dengan wanita kecuali dengan mahramnya “. ( HR. Bukhari dan Muslim). Sesungguhnya Islam sangat memuliakan wanita. Islam menganggap wanita adalah kehormatan yang harus dipelihara dan makhluk lemah yang wajib dilindungi. Islam tidak menghalalkan wanita pergi berduaan dengan laki-laki yang bukan maharamnya karena syaithan menjadi pihak ketiganya. Wahai para ayah …. Jika engaku mencintai putrid-putrimu maka hendaklah engkau memikirkan keselamatan mereka, tidak hanya keselamatan di dunia saja tapi justru yang lebih penting itu adalah keselamatan di akhirat.

Firman Alloh : Hai Orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu menggerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim (66) : 6). Juga Rasululloh bersabda : “Ada dua golongan di antara wanita yang berpakaian namun seperti telanjang, mereka tidak akan masuk syurga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya syurga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Wahai para ayah……jagalah putri-putrimu yang ia adalah amanat dari Alloh kepadamu, didiklah mereka dengan adab-adab Islam, tanamkanlah pada mereka rasa malu dan ‘iffah (menjaga kesucian) karena rasa malu itu adalah perhiasan termahal bagi wanita, hindarkanlah meeka dari gaul bebas yang merusak, jauhkanlah mereka dari media massa yang akan menebarkan pornografi dan kerendahan akhlak….niscaya kebahagiaan dunia dan akhirat akan selalu menyertaimu dan putra-putrimu.

B. Nasehat untuk kaum muslim yakni tentang zina, zina adalah dosa besar dan perbuatan keji. Pelakunya diancam oleh Alloh Azza wa Jalla dengan hukuman di dunia, alam barzakh dan akhirat. Hukuman di dunia :

1. Jika pelakunya masih bujang, maka ia didera seratus kali dan jika pernah menikah maka ia dirajam (dilempari batu) sampai mati.

2. Dikhawatirkan tercabutnya keimanan. Nabi Shalallahu’ Alahi wa Sallam bersabda : “ Tidaklah beriman orang berzina ketika ia berzina”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Adapun hukuman di alam kubur. Rasululloh pernah di datangi oleh malaikat Jibril dan Mikail, lalu keduanya mengajak pergi. Beliau Shalallahu’ Alaihi wa Sallam bersabda : “ Maka kami mendatangi sebuah tungku besar besar yang atasnya sempit dan bawahnya luas, di dalamnya terdengar suara-suara (teriakan). Maka kami melihat kedalamnya ternyata disitu ada beberapa orang laki-laki dan perempuan yang telanjang. Tiba-tiba datang nyala api dari arah bawah mereka. Jika nyala api terseabut datang maka mereka pun berteriak-teriak (karena panas yang sangat), maka aku bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Jibril ? Jibril menjawab “ Mereka adalah para penzina laki-laki dan perempuan, beginilah adzab untuk mereka untuik sampai hari kiamat “. (HR. Bukhari, dalam sebuah hadits yang panjang).

Adapun hukuman di akhirat nanti, dibakar dalam api neraka yang panasnya 70x lipat dari panasnya api dunia. Syariat Islam tidak hanya mengharamkan zina, tetapi mengharamkan apa saja yang mendekatkan sesorang kepada zina, seperti:

1. Keluarnya seorang wanita tanpa menutup seluruh auratnya, dengan pakaian yang terbuka, terkuak, ketat atau tipis. Ini semua diharamkan dan termasuk dosa besar.

2. Memandang wanita yang bukan mahram tanpa keterpaksaan. Juga memandang gambar-gambar wanita di majalah, tabloid, handphone dan tv. Barangsiapa yang meninggalkannya karena Alloh Azza wa Jalla, maka akan diganti dengan manisnya iman yang ia rasakan dalam hatinya.

3. Mendengarkan dan memandang penyanyi, apalagi jika musik dan isinya tentang cumbu rayu, dsb.

4. Pergaulan bebas. Banyak perzinahan terjadi karena ikhtilat dan keakraban di kantor, kampus, sekolah, madrasah, atau di tempat-tempat lain.

5. Khalwat (berduaan) antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang bukan mahramnya. “ Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya melainkan syaithan sebagai pihak ketiganya “. (HR. Ahmad).

6. Pacaran. Ini merupakan pintu zina yang besar sekali.

Semua itu sudah Alloh Azza wa Jalla haramkan dalam satu ayat, “ Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuata yang keji. Dan suatu jalan yang buruk “. (QS. 17:32). Alloh Azza wa Jalla telah menjelaskan bahwa diantara sifat-sifat orang Mu’min yang beruntung (akan mendapatkatkan kebaikan dunia dan akhirat) adalah seorang yang menjaga kemaluannya dari apa saja yang diharamkan oleh Alloh. (QS. 23: 5-7). Ketahuilah, sesungguhnya Alloh telah mempersiapkan kenikmatan-kenikmatan disisiNya yang jauh lebih baik dan lebih kekal untuk orang-orang yang beriman dan bertawakal kepadaNya serta menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah (zina). (QS. 42: 36-37).

C. Nasehat bagi Para Muslimah tentang Cadar (Hijab), pada kesempatan kali ini kami akan membahas sebuah risalah yang ditulis oleh Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Abdullah bin Ibrahim Al-Jarulloh Hafidzhahulloh Ta’ala dengan Kitab beliau Mas’uliyah Al-Mar’ah Al-Muslimah, serta Al-Allamah Syaikh Muhadist Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahulloh Ta’ala telah menulis risalah yang berjudul, Hijabul Mar’ah Al-Muslimah fii Al-Kitab wa As-Sunnah. Di dalamnya, beliau membolehkan seseorang wanita membuka wajahnya (tidak memakai cadar) berdasarkan hasil analisa dan pemahamannya sehingga pandangan beliau tentang hijab dan memakai cadar itu agak berlainan (dengan pandangannya para ulama lainnya). Beberapa ulama telah me-radd (membantah) pendapat beliau ini sebagaimana nukilannya telah kami jelaskan diatas. Mereka mengkategorikan bahwa pendapat ulama ini adalah pendapat yang cacat dan bertentangan dengan kebenaran, karena wanita yang tidak menutupi wajahnya dengan kebenaran, bentuk kebid’ahan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Alloh Azza wa Jalla berfirman : …. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikannlah ia kepada Alloh (Al-Qur’an) dan Rasul (As-Sunnah)……” (QS. An-Nisa’ : 59).

Maksudnya (kembalikanlah) ia kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya. Padahal dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menjelaskan bahwa seorang wanita wajib menutupi mukanya dari pandangan kaum laki-laki asing. Oleh karena itu, kita wajib mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan meninggalkan pendapat-pendapat yang bertentangan dengan keduanya, karena pendapat setiap orang itu dapat diambil atau ditolak kecuali pendapatnya Rasululloh Shalallahu’ Alaihi wa Sallam. Di antara para ulama yang telah meng-counter pendapat Al-Allamah Syaikh Muhadist Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahulloh Ta’ala (Syaikh Al-Albani) dan orang-orang sependapat dengannya adalah sebagai berikut :

1. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Abdul Aziz Al-Khalaf Hafidzhahulloh Ta’ala dalam Kitab beliau, “ Nazhraatun fii Hijaabil Mar’ah Al-Muslimah “.

2. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Hamuud bin Abdullah At-Tuwaijiri Hafidzhahulloh Ta’ala dalam Kitab beliau, Ash-Shaarimul Masyhuur ‘ala Ahli At-Tabaruj wa As-Sufur “.

3. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Wahaby Sulaiman Ghawijy Al-Bany Hafidzhahulloh Ta’ala dalam Kitab beliau, Al-Mar’ah Al-Muslimah “.

4. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Muhammad bin Ali Ash-Shabuni Hafidzhahulloh Ta’ala dalam Kitab beliau, “ Tafsir Ayati Al-Ahkam, Juz. 2 hal. 171 dan 382 “.

5. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh DR. Muhammad Hasan Al-Buwaihy Hafidzhahulloh Ta’ala dalam Kitab beliau, Ahammu Qadhayaa Al-Mar’ah Al-Muslimah. Hal.32 “.

6. Guru kami Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Prof. DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Hafidzhahulloh Ta’ala (Anggota Al-Lajnah ad-Da’imah Lil Buhuts’ Al-Ilmiah wa Al-‘Ifta dan Ha’iah Kibarul Ulama) dalam Kitab beliau, “ Al-I’lam Binaqdi Kitab Al-Halaal Wa Al-Haraam, Hal.52 “. Semoga saja kesalahan pendapat (Fatwa) Syaikh Al-Albani tentang masalah Hijab (Cadar) dapat diampuni dosa-dosanya serta di masukkan beliau kedalam Syurga serta kekal didalamnya. Amien Yaa Mujibas Saliem.

Nasehat kami bagi para wanita Muslimah yakni:

1). Fitnah terbesar wanita ialah Muka/wajah maka Wajib kenakan Cadar untuk terhindar dari pandangan Laki-laki Ajnabi (Asing) yang bukan Mahromnya. (Fatwa Al-Allamah Al-Imam Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Allu’ Asy-Syaikh dalam Kitab Fatawa wa Rasa’il Hal. 2/153 serta Fatwa Lajnah Daimah lil’ Buhuts Wa ‘Ifta Kerajaan Saudi Arabia).

2). Fitnah kedua ialah tubuh/badan maka kenakanlah Jilbab yang Syar’i (longgar/lebar) untuk menutup aurat.

3). Fitnah ketiga ialah pakaian itu mestilah menutup aurat.

4). Fitnah keempat ialah pakaian itu tiada terlalu tipis sehingga tampak terbayang-bayang tubuh badan dari luar.

5). Fitnah kelima ialah pakaian itu tiada ketat atau sempit, tetapi longgar dipakai. Akan tetapi pakaian harus tertutup bentuk tubuh yang mengiurkan nafsu laki-laki asing.

6). Fitnah keenam ialah harusnya warna pakaian itu suram atau gelap, seperti warna hitam atau kelabu, sehingga tiada bernafsu lelaki melihatnya. (ini terutama pakaian luar, seperti jilbab). Menurut Al-Imam Ibnu Katsir didalam Tafsirnya pakaian wanita ketika pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam, ketika mereka keluar rumah, berwarna hitam.

7). Fitnah ketujuh ialah pakaian wanita itu tidak boleh dipakai minyak wangi (parfum) sebab dapat menimbulkan syahwat karena Rasululloh bersabda: “ Wanita manasaja yang memakai parfum yang melewati sekumpulan laki-laki asing, kemudian laki-laki itu mencium wanginya, maka wanita tersebut ialah wanita yang sudah berzinah/tunasusila (PSK) ". (HR. Muslim, Thabraniy, Bayhaqiy dengan Sanad yang Shahih).

8). Fitnah kedelapan ialah pakaian tersebut jangan bertashabbuh (mengikuti) pakaian lelaki, yakni tiada meniru-niru atau menyerupai pakaian lelaki.

9). Fitnah kesembilan ialah pakaian wanita tidak boleh bertashabbuh dengan pakaian perempuan kafir dan musyrik.

10). Fitnah yang terakhir ialah pakaian wanita tersebut bukanlah Libasuh ‘shuhrah, yakni pakaian ketenaran atau pakaian untuk bermegah-megah, atau untuk berbangga-bangga atau berhias-hias ataupun bermolek-molek.

Sekian, Semoga Risalah ini dapat bermanfaat bagi umat Islam, Barokallohu’ Fiik, Wallohu’ ta’ala A’lam bish Showab. Subhanakallohumma’ Wabihamdiika, Waashadu’alla illahailla ‘anta Astaqfiruka Wa’atubuhu’ ilaa’ika.

Salam Taqdim, Rawamangun, Jakarta Timur, 04 November 2006

Dibuat Oleh saudaramu yang mendo’akan kebaikan untukmu,

Abu Hanifah Muhammad Faishal AlBantani al-Jawy bin Shalih Abu Ramadhan

Muraja’ah: Al-Akh Muhammad Lukman As-Sundawy, SH, I dan Abu Faqih Abdul Wahab At-Teghaly

Maraji’ (Catetan kaki) dan Perlu untuk dibaca dan dipelajari:

1. Al-Qur’an dan Terjemah dari DEPAG RI.

2. Kutaib Beberapa Kesalahan Umum, Team Penulis eLDaSI (Lembaga Dakwah Sunniyyah Indonesia), Jakarta.

3. Kartu Dakwah tentang Jauhi Zina, Penulis eLDaSI (Lembaga Dakwah Sunniyyah Indonesia), Jakarta.

4. Buku Menjadi Mutiara Terindah, Karya: Allamah Al-Faqih Syaikh Abdullah bin Ibrahim Al-Jarulloh Hafidzhahulloh Ta’ala, Terbitan: Pustaka arafah, Solo.

5. Kitab Al-Fatawa al-Jami’ah Lil Mar’ah al-Muslimah, Asy-Syaikh Amin bin Yahya al-Wazan Penerbit: Darul Qashim, Riyadh, Saudi Arabia.

6. Fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Allu’ Asy-Syaikh dalam Kitab Fatawa wa Rasa’il.

7. Kitab Al-Muntaqa min fatawa Asy-Syaikh Al-Fauzan.

8. Kitab Ad-Da’wah, Al-Imam Asy-Syaikh Ibnu Baaz.

9. Kitab al-Bahru ‘I-Madhi, Juz.8 hal. 208.

10. Kitab al-‘Umm, Al-Imam Asy-Syafi’i.

11. Kitab Ghara’ ibu’l-Qur’an, Al-Allamah Al-Faqih Asy-Syaikh an-Naysaburiyy.

12. Kitab Fathul Bari’ Syarah Shahih Bukhari, Al-Imam al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalaniyy Asy-Syafi’i.

13. Kitab Fatawa an Nadzhar Wal Khalwah Wal Ikhtilath, Al-Imam Asy-Syaikh Ibnu Baaz, Al-Imam Asy-Syaikh Ibnu Al-‘Utsaimin, Al-Imam Asy-Syaikh Ibnu Jibrin.

14. Kitab Zinatul Mar’ah, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz al-Musnid.

15. Kitab Jilbabul Mar’ah al-Muslimah, Al-Imam Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

16. Kitab Bid’ah wal Khurafaah An-Nisaa’, Asy-Syaikh Majdi As-Sayyid Ibrahim.

17. Kitab Mukhalafat Taqa’u Fiha an-Nisaa’, Asy-Syaikh DR. Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin.

18. Kitab Syarah al-Arba’un al-Uswah min al-Ahadist al-Wandah fi an-Niswah, Asy-Syaikh Mansyur bin Hasan al-Abdullah.

19. Kitab Al-Hijab, Wan Muhammad bin Wan Muhammad ‘Ali, Penerbit: Percetakan Watan, Kuala Lumpur, Malaysia, dll.

Buku dan Kitab yang patut anda miliki pula yakni:

A. Kitab Al-Fatawa al-Jami’ah Lil Mar’ah Al-Muslimah, Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Amin bin Yahya al-Wazan, Darul Qashim, Riyadh

B. Buku Ensiklopedi Wanita Muslimah, Haya binti Mubarok al-Barik, Penerbit: Darul Falah.

C. Buku Saudariku apa yang menghalangimu untuk berhijab?, Asy-Syaikh Abdul Hamid al-Hilaly, Penerbit: Darul Falah.

D. Buku Menjadi Mutiara terindah, Asy-Syaikh Abdulloh bin Ibrahim al-Jarullah, Penerbit: Pustaka Arafah.

E. Buku Wanita Muslimah inilah Surgamu, Asy-Syaikh Abdulloh bin Ibrahim al-Jarullah, Penerbit: Pustaka At-Tazkia.

F. Kitab Audatul Hijab, Al-Allamah Al-Faqih Syaikh DR. Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ismail Al-Muqaddam.

G. Buku Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka, Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Penerbit: Cahaya Tauhid Press.

H. Buku Penyimpangan Kaum Wanita, Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin, Terbitan: Darul Haq.

I. Buku Istri yang Ideal, Khaulah binti Abdul Kadir Darwis, Terbitan: Darul Falah.

J. Buku 7 Kunci Keluarga Sakinah, Asy-Syaikh Shaleh bin Ibrahim Syaibani, Terbitan: Darul Falah.

K. Buku Tugas Wanita dalam Islam, Abu Bakar Al-Asy’ari, Terbitan: Media Dakwah.

L. Buku Ketika Kehormatan Dicampakkan, Asy-Syaikh Faishal bin Sa’id Az-Zahrani, Terbitan: Pustaka At-Tibyan.

M. Kitab Tsalatsuna Darsan Lish-Shaiimat, Asy-Syaikh Husain bin Ali Abu Anas, Darul Auqaf Lits-Tsaqafah, Riyadh, KSA, Cetakan Kedua, Tahun. 1415Hijriah.

N. Buku Akibat Salah Pergaulan, Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Muhammad bin Hasan Abu Thalib, Terbitan: Pustaka At-Tibyan.

O. Buku Bila Hati Dimabuk Cinta, Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Terbitan: Pustaka At-Tibyan.

sumber : http://ainuamri.blogsome.com/2009/09/30/nasehat-bagi-para-muslimah-tentang-cadar-hijab/

Nasihat Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin Bagi Penuntut Ilmu

Ikhlas Dalam Menuntut Ilmu

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rohimahulloh pernah ditanya: “Bagaimanakah cara agar bisa ikhlas dalam menuntut ilmu?”

Beliau menjawab:

Ikhlas dalam menuntut ilmu itu bisa dicapai dengan beberapa hal:

Pertama, belajar dengan niat melaksanakan perintah Alloh. Karena Alloh telah memerintahkannya, Alloh berfirman (yang artinya),

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

“Maka ketahuilah bahwasanya tiada sesembahan yang hak selain Alloh dan mintalah ampun atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad: 19)

Dan Alloh subhanahu wa ta’ala juga mendorong orang supaya menuntut ilmu. Sedangkan dorongan Alloh atas sesuatu memberikan konsekuensi kecintaan dan keridhoan Alloh terhadap hal itu.

Kedua, belajar dengan niat menjaga syariat Alloh. Karena menjaga syariat Alloh hanya bisa dilakukan dengan mempelajari dan menghafalkannya, dan bisa juga dengan mencatat.

Ketiga, belajar dengan niat untuk melindungi syariat dan membelanya. Karena seandainya tidak ada ulama niscaya syariat tidak akan terlindungi. Dan tidak ada seorang pun yang menjadi pembelanya. Oleh sebab itu, misalnya, kita dapati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan ulama yang lainnya bersikap lantang memusuhi ahli bid’ah dan membeberkan kebatilan bid’ah-bid’ah mereka, maka kami berkeyakinan bahwa mereka itu memperoleh kebaikan (pahala) banyak sekali.

Keempat, belajar dengan niat mengikuti syariat Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam. Karena tidak mungkin bisa mengikuti syariat beliau kecuali bila sudah mengetahui isi syariat ini.

Kelima, belajar dengan niat menghilangkan kebodohan dari dirimu sendiri dan orang lain (Diambil dari Kitabul ‘Ilmi, hal. 199, cetakan Daar Ats Tsuraya).

Pandai Memanfaatkan Waktu

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rohimahulloh juga pernah ditanya: Apakah saran anda tentang pemanfaatan waktu dan bagaimana cara menjaganya agar tidak terbuang sia-sia?

Beliau menjawab:

Para penuntut ilmu sudah semestinya menjaga waktunya agar tidak terbuang sia-sia. Sedangkan penyia-nyiaan waktu itu memiliki beberapa bentuk:

Pertama, tidak mau mengingat-ingat pelajaran dan tidak membaca lagi apa yang sudah pernah dipelajari.

Kedua, duduk-duduk bersama dengan teman-temannya dan membicarakan permasalahan yang sia-sia dan tidak berfaedah.

Ketiga, ini merupakan yang paling berbahaya bagi penuntut ilmu. Yaitu dia tidak punya keinginan selain membuntuti ucapan orang, si anu bilang demikian, si itu bilang begini. Apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi, padahal perkara itu tidak penting bagi dirinya. Tak diragukan lagi bahwa perbuatan ini jelas termasuk tanda kelemahan Islam di dalam dirinya. Karena Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

مِن حُسْنِ إسلام المرء تركه ما لا يَعنيه

“Salah satu tanda kebaikan Islam seseorang adalah mau meninggalkan perkara yang tidak penting baginya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir)

Menyibukkan diri dengan kabar yang tersebar dari mulut ke mulut serta terlalu banyak bertanya adalah perbuatan menyia-nyiakan waktu. Pada hakikatnya ini adalah penyakit. Apabila penyakit itu sudah menjangkiti seseorang dan menjadi tekadnya yang terbesar -kita mohon keselamatan darinya kepada Alloh- maka terkadang hal itu menimbulkan permusuhan dengan orang yang sebenarnya tidak layak untuk dimusuhi, atau membela orang yang sebenarnya tidak layak untuk dibela, hanya gara-gara terlalu memperhatikan urusan tersebut, sampai-sampai membuatnya lalai untuk menimba ilmu. Dia berdalih bahwa hal itu dilakukannya demi memperjuangkan kebenaran. Padahal sebenarnya tidaklah demikian. Akan tetapi perbuatan ini justru membuat diri seseorang disibukkan dengan urusan yang tidak penting baginya.

Adapun apabila tiba-tiba datang berita tanpa kau cari-cari dan tanpa kau minta maka setiap orang juga menerima berita, namun tidaklah hal itu membuat mereka sibuk dengannya, dan itu juga tidak menjadi keinginannya yang terbesar. Sebab hal ini tentu saja akan menyibukkan penuntut ilmu dan menjadikan urusannya berantakan, bahkan bisa menyebabkan terbukanya pintu hizbiyah (fanatisme kelompok) sehingga menimbulkan perpecahan.” (Diterjemahkan dari Kitabul ‘Ilmi, hal. 205 Daar Ats Tsuraya).


sumber : http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/nasihat-syaikh-muhammad-bin-sholih-al-utsaimin-bagi-penuntut-ilmu.html

Nasehat Ibnul Qoyyim Mengenai Waktu

Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan,

“Waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi dan penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung).
Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah pada Allah, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.”

Lalu Ibnul Qoyyim mengatakan perkataan selanjutnya yang sangat menyentuh qolbu,

Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan, maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya.”

(Al Jawabul Kafi, 109)

sumber : http://nasehatrumaysho.wordpress.com/2009/02/04/nasehat-ibnul-qoyyim-mengenai-waktu/

Kamis, 28 April 2011

Dzikir Ibadah yang Sangat Agung

Segala puji bagi Allah, Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa, Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun. Dzat yang menetapkan takdir dan mengatur segala urusan. Dzat yang mempergilirkan malam dan siang sebagai pelajaran bagi orang-orang yang memiliki hati dan pemahaman. Dzat yang menyadarkan sebagian makhluk dan memilihnya di antara orang pilihan-Nya dan kemudian Allah memasukkan dia ke dalam golongan orang-orang yang terbaik. Dzat yang memberikan taufik kepada orang yang Dia pilih di antara hamba-hamba-Nya kemudian Allah jadikan dia termasuk golongan al-Muqarrabin al-Abrar. Segala puji bagi-Nya yang telah memberikan pencerahan kepada orang yang dicintai-Nya sehingga membuat mereka untuk bersikap zuhud di alam kehidupan dunia ini, sehingga mereka bersungguh-sungguh untuk meraih ridha-Nya serta bersiap-siap untuk menyambut negeri yang kekal. Oleh sebab itu, mereka pun menjauhi perkara yang membuat-Nya murka dan menjauhkan diri dari ancaman siksa neraka. Mereka menundukkan dirinya dengan penuh kesungguhan dalam ketaatan kepada-Nya serta senantiasa berdzikir kepada-Nya pada waktu petang maupun pagi. Dzikir itu senantiasa mereka lakukan walaupun terjadi perubahan keadaan dan di setiap kesempatan; malam maupun siang hari. Oleh sebab itu, bersinarlah hati mereka dengan pancaran cahaya keimanan (lihat Mukadimah Al Adzkar, dalam Shahih Al Adzkar, hal. 11)


Saudaraku -semoga Allah menyinari hati kita dengan keimanan-, dzikir merupakan ibadah yang sangat agung. Allah ta’ala berfirman,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Maka ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku juga akan mengingat kalian.” (QS. al-Baqarah: 152)

Orang-orang yang hadir dalam majelis dzikir adalah orang-orang yang berbahagia. Bagaimana tidak, sedangkan di dalam majelis itu dibacakan ayat-ayat Allah ta’ala dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang itu merupakan sumber ketenangan hati dan kebahagiaan sejati.

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat mereka maka bertambahlah keimanan mereka…” (QS. al-Anfal: 2)

Di saat peperangan berkecamuk, Allah pun tetap memerintahkan ibadah yang mulia ini agar mereka menjadi orang-orang yang mendapatkan keberhasilan. Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bertemu dengan pasukan musuh maka tegarlah kalian dan ingatlah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya, mudah-mudahan kalian beruntung.” (QS. al-Anfal: 45)

Allah ta’ala juga berfirman,

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenang.” (QS. ar-Ra’d: 28)

وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ مَا أَجْلَسَكُمْ قَالُوا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا قَالَ آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ قَالُوا وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلَّا ذَاكَ قَالَ أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَلَكِنَّهُ أَتَانِي جِبْرِيلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِي بِكُمْ الْمَلَائِكَةَ

Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menjumpai sebuah halaqah yang terdiri dari para sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau bertanya, “Apa yang membuat kalian duduk di sini?” Mereka menjawab, “Kami duduk untuk mengingat Allah ta’ala dan memuji-Nya atas petunjuk yang Allah berikan kepada kami sehingga kami bisa memeluk Islam dan nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, “Demi Allah, apakah tidak ada alasan lain bagi kalian sehingga membuat kalian duduk di sini melaikan itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, tidak ada niat kami selain itu.” Beliau pun bersabda, “Adapun aku, sesungguhnya aku sama sekali tidak memiliki persangkaan buruk kepada kalian dengan pertanyaanku. Akan tetapi, Jibril datang kepadaku kemudian dia mengabarkan kepadaku bahwa Allah ‘azza wa jalla membanggakan kalian di hadapan para malaikat.” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah ada suatu kaum yang duduk untuk berdzikir kepada Allah ta’ala melainkan malaikat akan meliputi mereka dan rahmat akan menyelimuti mereka, dan akan turun kepada mereka ketenangan, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا قَالُوْا وَمَا رِيَاضُ الجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ

“Apabila kalian melewati taman-taman surga maka singgahlah.” Maka para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud taman-taman surga itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Halaqah-halaqah dzikir, karena sesungguhnya Allah ta’ala memiliki malaikat yang berkeliling untuk mencari halaqah-halaqah dzikir. Apabila mereka datang kepada orang-orang itu, maka mereka pun meliputinya.” (HR. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah dan dihasankan oleh Syaikh Salim dalam Shahih Al Adzkar, hal. 16)

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya keutamaan dzikir itu tidak terbatas kepada tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan semacamnya. Akan tetapi, setiap orang yang beramal ikhlas karena Allah ta’ala dengan melakukan ketaatan maka dia adalah orang yang berdzikir kepada Allah ta’ala. Demikianlah, yang dikatakan oleh Sa’id bin Jubair radhiyallahu’anhu dan para ulama yang lain. Atha’ rahimahullah mengatakan, ‘Majelis dzikir adalah majelis halal dan haram, yang membicarakan bagaimana menjual dan membeli, bagaimana shalat, menikah, thalaq, haji, … dan sebagainya.’” (Shahih Al Adzkar, hal. 18)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sebagian dari kalangan ahli hikmah yang terdahulu dari Syam -dugaan saya adalah Sulaiman Al Khawwash rahimahullah mengatakan, ‘Dzikir bagi hati laksana makanan bagi tubuh. Maka sebagaimana tubuh tidak akan merasakan kelezatan makanan ketika menderita sakit. Demikian pula hati tidak akan dapat merasakan kemanisan dzikir apabila hatinya masih jatuh cinta kepada dunia’. Apabila hati seseorang telah disibukkan dengan mengingat Allah, senantiasa memikirkan kebenaran, dan merenungkan ilmu, maka dia telah diposisikan sebagaimana mestinya…” (Majmu’ Fatawa, 2/344)

Oleh sebab itu, menjadi orang yang banyak mengingat Allah merupakan cita-cita setiap mukmin. Allah ta’ala berfirman,

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Dan kaum lelaki yang banyak mengingat Allah demikian pula kaum perempuan, maka Allah persiapkan untuk mereka ampunan dan pahala yang sangat besar.” (QS. Al Ahzab: 35)

Mujahid rahimahullah mengatakan, “Tidaklah tergolong lelaki dan perempuan yang banyak mengingat Allah kecuali apabila dia membiasakan diri senantiasa mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring.” (Shahih al-Adzkar, hal. 19)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَيْقَظَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّيَا أَوْ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَمِيعًا كُتِبَا فِي الذَّاكِرِينَ وَالذَّاكِرَاتِ

“Apabila seorang suami membangunkan isterinya, kemudian mereka berdua shalat bersama sebanyak dua raka’at, maka mereka berdua akan dicatat termasuk dalam golongan lelaki dan perempuan yang banyak mengingat Allah.”(HR. Abu Dawud, An Nasa’i dalam Sunan Al Kubra, dan Ibnu Majah, disahihkan oleh Syaikh Salim dalam Shahih Al Adzkar, hal. 19)

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Mu’adz bin Jabal -radhiyallahu’anhu- menceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tangannya seraya mengucapkan, “Hai Mu’adz, demi Allah sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu. Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu.” Lalu beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu hai Mu’adz, jangan kamu tinggalkan bacaan setiap kali di akhir shalat hendaknya kamu berdoa, ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu).” (HR. Abu Dawud, disahihkan Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud no. 1522)

Itulah sebagian keutamaan dzikir yang bisa kami kemukakan di sini, semoga Allah memberikan kepada kita taufik untuk berdzikir kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan beribadah dengan baik kepada-Nya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahibihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

sumber: http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=7723107526775829652