Berikut adalah beberapa hadits–hadits shahih tentang dzikir Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam setelah selesai shalat fardhu :
Hadits Pertama
Dari Tsauban radhiyallaHu ‘anHu, ia berkata,
“Biasanya Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah selesai dari shalatnya, beliau mengucapkan :
AstaghfirullaH (3 kali), kemudian beliau mengucapkan :
AllaHumma antas salaam wa minkas salaam tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikraam” (HR. Muslim 2/94, Ahmad 5/5275, Abu Dawud no. 1513, An Nasa’i no. 3/58, Ibnu Khuzaimah no. 737, Ad Darimi 1/311 dan Ibnu Majah no. 928)
Hadits Kedua
Dari Abu Hurairah radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang bertasbih/mensucikan Allah di belakang setiap shalat wajib 33 kali, dan bertahmid/memuji Allah 33 kali, dan bertakbir/membersarkan Allah 33 kali, maka jumlahnya menjadi 99 kali. Kemudian ia menyempurnakan menjadi seratus dengan mengucapkan :
Laa ilaHa illallaHu wahdaHu laa syariikalaHu laHul mulku wa laHul hamdu wa Huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir
Niscaya diampunkan kesalahan – kesalahannya meskipun seperti buih di lautan” (HR. Muslim 2/98, Ahmad 2/371, Ibnu Khuzaimah no. 750 dan Baihaqi 2/187)
Hadits Ketiga
Dari Abu Umamah radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang membaca ayat kursi dibelakang shalat wajib, niscaya tidak ada yang menghalanginya dari masuk surga selain kematian” (HR. An Nasa’i, Ibnu Sunny no. 121 dan Ibnu Hibban, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Silsilatush Shahihah no. 972. Lihat juga Kitab Zadul Ma’aad oleh Ibnul Qayyim 1/303-304 dengan ta’liq Syu’aib Arnauth dan Abdul Qadir Arnauth)
Hadits Keempat
Dari Uqbah bin Amir radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkanku, supaya aku membaca Al Mu’awidzaat di belakang setiap shalat wajib” (HR, Ahmad 4/155, Abu Dawud no. 1523, An Nasai 3/58, Ibnu Hibban no. 2347, Hakim 1/253 dan Ibnu Khuzaimah no. 755, hadits ini dishahihkan oleh Imam Adz Dzahabi dan Al Hakim)
Al Mu’awidzaat adalah membaca : Surat Al Ikhlas, Surat Al Falaq dan Surat An Naas.
Hadits Kelima
Membaca,
“Laa ilaaHa illallaaHu wahdaHu laa syariika laHu, laHul mulku wa laHul hamdu wa Huwa ‘alaa kulli syai-in qadiirun, AllaHumma laa maani’a limaa a’thayta wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu”
yang artinya
“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu
Yaa Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya dari (siksa)-Mu” (HR. al Bukhari no. 884, Muslim no. 593, Abu Dawud no. 1505, an Nasai III/59-60 dan lainnya)
Hadits Keenam
Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa setelah shalat maghrib dan shubuh membaca, ‘Laa ilaaHa illallaHu wahdaHu laa syariika laHu, laHul mulku wa laHul hamdu yuhyii wa yumiitu wa Huwa ‘alaa kulli syai-in qadiirun’ sepuluh kali, (maka) Allah akan tulis setiap satu kali sepuluh kebaikan , dihapus sepuluh kejelekan, diangkat 10 derajat, Allah lindungi dari setiap kejelekan dan Allah lindungi dari godaan syaithan yang terkutuk” (HR. at Tirmidzi no. 3474 dan Ahmad IV/227, at Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan gharib shahih”, lihat pula Shahiih at Targhib wat Tarhib no. 474 oleh Syaikh al Albani)
Hadits Ketujuh
Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam pernah memberikan wasiat kepada Mu’adz agar dia setelah shalat mengucapkan,
“AllaHumma a’innii ‘alaa dzikrika, wa syukrika wa husni ‘ibaadatika” yang artinya “Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, serta beribadah dengan baik kepada-Mu” (HR. Abu Dawud no. 1522, an Nasai III/53, Ahmad V/245 dan lainnya, dishahihkan oleh al Hakim dan disepakati oleh adz Dzahabi)
Adapun adab berdzikir yang sesuai dengan sunnah adalah sebagai berikut :
Pertama, dilakukan dengan suara lemah lembut/merendahkan suara, karena Allah Ta’ala berfirman,
“Wadzkur rabbaka fii nafsika tadharru’aaw wa khiifataw wa duunal jahri minal qauli bil ghuwwi wal ashaali wa laa takum minal ghaafiliin” yang artinya “Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang – orang yang lalai” (QS Al A’raaf 205)
Kedua, hendaknya dilakukan sendirian atau tidak beramai – ramai atau tidak dipimpin oleh seseorang, karena jika dzikir secara beramai ramai atau dipimpin oleh seseorang maka menyelisihi firman Allah Ta’ala di atas pada surat Al A’raaf ayat 205 yaitu pada kalimat “dengan tidak mengeraskan suara” dan juga berdasarkan keumuman hadits berikut,
Dari Abu Hurairah radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda, “Tujuh orang yang dilindungi Allah dalam naunganNya pada hari tidak ada naumgan selain naunganNya yaitu : Imam (pemimpin) yang adil…dan seseorang yang berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi lalu matanya mencucurkan (air mata)” (HR. al Bukhari)
Syaikh Hamid At Tuwaijiry dalam Kitabnya Inkaru At Takbir Al Jama’i wa Ghairihi berkata,
“Dalam Shahih Bukhari (no. 1830) dan Shahih Muslim (1704) dari ‘Ashim Al Ahwal dari Abu Utsman dari Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Ketika Rasulullah berjihad pada perang Khaibar …, mereka (para sahabat) menyerukan takbir seraya membaca, ‘Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah’ dengan suara keras,
Maka Rasulullah bersabda, ‘Tahanlah diri kalian, sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli maupun jauh, sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat yang Maha mendengar yang dekat dan Dia selalu bersama kalian’.
Jika Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam melarang orang – orang yang meneriakan takbir padahal mereka berada di tanah lapang, maka perbuatan orang – orang yang bersahut – sahutan di dalam Masjidil Haram lebih terlarang lagi, karena mereka telah melakukan beberapa bid’ah yaitu berdzikir dengan suara keras, bersama – sama melagukannya sebagaimana yang dilakukan paduan suara, mendendangkannya dan mengganggu orang lain, yang semuanya ini tidak boleh dilakukan”
Ketiga, jika menghitung bacaan dzikir maka hendaknya menggunakan jari – jari tangan kanan sebagaimana hadits berikut :
Abdullah bin Amr radhiyallaHu ‘anHu berkata, “Ra-aytu rasulullahi ya’qidut tasbiiha bi yamiinihi” yang artinya “Aku melihat Rasulullah menghitung bacaan tasbih (dengan jari – jari) tangan kanannya” (HR. Abu Dawud no. 1502, At Tirmidzi no. 3486, Al Hakim I/547 dan Baihaqi II/253, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahiih At Tirmidzi III/146 dan Shahiih Abu Dawud I/280)
Maraji’ :
Al Masaa-il Jilid 1, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darus Sunnah, Jakarta, Cetakan Kelima, 2005.
Dzikir Jama’i, Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais, Darus Sunnah Press, Jakarta, Cetakan Pertama, Desember 2004
Dzikir Pagi Petang, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka Imam Asy Syafi’i, Cetakan Pertama, Desember 2004.
Kumpulan Doa dari al Qur’an dan as Sunnah yang Shahih, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka Imam Syafi’I, Cetakan Ketiga, Rabi’ul Awwal 1427 H/April 2006 M.
(http://diserambimesjid.blogspot.com/2009/10/dzikir-nabi-setelah-shalat-fardhu.html)
Senin, 02 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar